Tapi kalau untuk menikmati bahagia yang sejak lama didamba, sesekali aku ingin menjadi egois.
Harusnya aku belajar dari pengalaman.
Tidak seharusnya meletakkan perasaan ini pada orang yang tidak semestinya.
Tapi kemudian bisa apa saat itu datang tiba-tiba?
Terpikir.
Merahasiakan adalah cara terbaik untuk menghindari masalah.
Sampai akhirnya harus kembali ke realita, bahwa masalah ada untuk diselesaikan bukan dihindari.
Merasa bersalah.
Kemudian meminta maaf.
Namun terlambat.
Hancur.
Saat ingin bahagia, tetapi semesta mencegahnya.
Rahasia membuka satu pintu.
Tapi kemudian menutup pintu lainnya.
Merasa sendiri.
Mencari kebenaran ke sana ke mari.
Tapi hati ini tersakiti. Bukan kubu seperti ini yang ku cari.
Berdiri di tengah katanya.
Tengah itu berada sama jaraknya antara yang satu dengan yang lain.
Bukan sebaliknya.
Menjaga perasaan satu kemudian mengorbankan yang lainnya.
Menjaga berita baik agar "menjaga hati" katanya.
Bahagianya disimpan. Tidak lagi berbagi seperti awalnya.
Sedih rasanya.
Karena aku selalu bahagia saat semua bahagia.
Tangan ini selalu terangkat.
Mulut ini selalu berucap doa dan meminta.
Agar tetap bahagia saat orang lain bahagia dan sedih saat mereka sedih.
Tapi ini hanya doaku.
Doamu, doa dia, doa kalian, dan doa kita berbeda.
Saat ini, aku kehilangan salah satu harta berharga.
Pertemanan.
Bukan hanya satu.
Tapi dua. Mungkin nanti lebih.
Egois kah aku?
Iya.
Tapi kemudian aku bisa apa?
Ini semua sepenggal.
Hanya yang terlibat yang akan mengerti.
Melalui ini kuingin meminta maaf atas semua keegoisan ini.
Jawabannya sama, aku akan memanfaatkan waktu ini dengan baik.
Sampai Allah berkata cukup.
Sambil berharap kalaupun tidak lagi kita sehati, tapi semoga marahnya tidak sampai terbawa mati.
Terasa kan masih ada sayang dari setiap kata yang diungkapkan.
Semoga semua ini segera terlewatkan.
No comments:
Post a Comment